Dalam
sebuah kisah diceritakan bahwa di zaman Malik bin Dinar ada dua orang
bersaudara yang beragama Majusi (para penyembah api). Tidak kurang selama tujuh
puluh tahun mereka telah melakukan ritual agama mereka dengan menyembah api.
Pada
suatu hari sang adik berkata kepada kakaknya, “Kakak, bertahun-tahun kita telah
menyembah api. Oleh karena itu mari kita uji, jika kita masih terbakar
karenanya, maka kita akan berhenti menyembahnya. Namun sebaliknya, apabila
ternyata api itu tidak membakar kita, maka kita akan terus menyembah api sampai
kematian datang kepada kita.”
Maka
mulailah sang adik memasukkan jari-jemarinya ke dalam kobaran api yang sedang
menyala. Kemudian langsung ditariknya kembali jarinya seraya merintih
kesakitan. Lalu sang adik berkata, “Alangkah jahatnya engkau, aku telah
menyembahmu sampai bertahun-tahun lamanya dan inikah balasanmu?”
Singkat
cerita, sang kakak diajak meninggalkan kepercayaan dan sesembahannya, yakni
dengan meninggalkan agama Majusi. Setelah itu, sang adik bersama keluarganya
berangkat menuju ke tempat Malik bin Dinar, dan kepadanya ia sekeluarga
menyatakan masuk Islam.
Malik
bin Dinar kemudian meminta agar mereka sudi menetap di rumahnya. Malik bin
Dinar juga mengumpulkan dana dari teman-temannya untuk diberikan kepada mereka.
Namun tidak disangka sebelumnya bahwa ternyata para tamunya menolak keinginan
baik dari sang tuan rumah. Mereka tidak berkenan menempati tempat yang
disediakan oleh Malik bin Dinar. Bahkan mereka lalu menempati sebuah rumah tua
yang mau rubuh.
Di
tempat yang baru itu dia beserta keluarganya senantiasa melakukan ibadah siang
dan malam. Setiap pagi dia selalu keluar rumah untuk mencari pekerjaan sehingga
bisa menafkahi keluarganya. Tetapi apa yang menjadi harapannya masih belum
berhasil, sebab setiap kali keluar dari rumahnya untuk mengharapkan pekerjaan
dari berbagai orang, dia selalu pulang pada senja hari dengan tangan hampa
Pada
hari ketiga berangkatlah dia ke pasar untuk mencari pekerjaan. Setelah
berkeliling kesana-kemari tiada seorang pun yang mau memberinya pekerjaan. Lalu
dengan perasaan putus asa, dia pulang. Namun hari itu dia tidak langsung pulang
ke rumahnya karena saat itu adalah hari Jumat. Setelah berada dalam masjid, dia
memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Isi do’anya adalah sebagai berikut:
“Ya
Tuhanku, demi kehormatan agama-Mu dan hari Jumat yang mulia ini, lepaskanlah
kami dari kelaparan dan kesengsaraan. Aku khawatir hal ini berakibat kembalinya
keluargaku kepada agama kakakku. Hal inilah yang sangat aku takuti.”
Rupanya
Allah mengabulkan do’a orang itu. Karena secara tidak terduga dan tidak
disadari olehnya, istrinya di rumah telah didatangi oleh seorang pria tampan
yang membawa baki berisi uang emas sebanyak seribu dinar.
Tamu
yang mengantarkan uang itu kemudian berkata: “Terimalah uang ini dan katakan
pada suamimu, bahwa ini adalah upah amalan yang sedikit namun berpahala
banyak.” Setelah bingkisan itu diterima, lalu sang istri membawa baki itu ke
juragan emas untuk diperlihatkan padanya dan ditimbang. Ternyata setelah
ditimbang, uang emas itu memiliki berat sebanyak dua kali lipat dari uang dinar
emas yang biasanya. Demikian pula keadaannya tidak seperti kualitas dinar-dinar
yang kebanyakan beredar. Dinar emas dalam baki tersebut mempunyai kualitas yang
sangat bagus. Melihat keanehan-keanehan tersebut, sang juragan emas itu
menanyakan kepadanya darimana memperoleh emas sebagus itu. Lalu wanita tersebut
menceritakan apa yang telah terjadi kepada keluarga dan suaminya.
Tertarik
dengan cerita yang dialami oleh wanita itu, sang juragan emas itu memberi
seribu uang dinar sebagai ganti dari satu dinar yang ditukarkan tersebut. Dan
sang juragan emas itu pun pada akhirnya menyatakan masuk Islam.
Sekarang
kembali kepada cerita si suami dari wanita itu. Setelah selesai mengerjakan
shalat Jumat, kemudian dia pulang ke rumahnya. Setelah
berada di dalam rumah, alangkah herannya dia, sebab menghirup bau makanan yang
sedap. Kemudian istrinya menceritakan kejadian saat sang suami pergi menunaikan
ibadah shalat Jumat. Akhirnya mereka berdua pun bersujud untuk
menyatakan rasa syukur kepada Allah yang telah memberi mereka rezeki dari arah
yang tak disangka-sangka.
Referensi: Saifulloh dan Abu Shofia (2003). Menyingkap Tabir Alam Malaikat. Surabaya: Karya Agung
Sumber : www.lampuislam.org/2015/10/kisah-keluarga-miskin-yang-mendapat.html
No comments :
Post a Comment